Sejarah Tradisi Ujungan Gumelem


Sejarah tradisi masyarakat Gumelem, Susukan, Banjarnegara sekitar tahun 1813 sampai sekarang menjadi sebuah budaya atau tradisi yang masih di lestarikan oleh masyarakat setempat.

Konon tradisi ujungan berawal di desa Gumelem wetan atau pedukuhan karang tiris, di mana desa tersebut pernah di landa kekeringan panjang mengakibatkan para petani saling berebut air untuk kegiatan pertanian.

Peristiwa legenda para petani yang berebut air di dekat sumber mata air pada malam jumat kliwon menjadi cerita legenda munculnya tokoh Ki singakerti yang tidak bisa melerai pertengkaran kedua petani tersebut kemudian hanya bisa memberikan sebilah  " kayu rasihe " kepada mereka untuk saling memukul [ saling sabet ]. 

Ketika duel kedua petani dengan tubuh yang terluka penuh darah tidak selang waktu yang lama kemudian turunlah air hujan.

Kesadaran atas kesalahan atau perbuatan yang di lakukan kedua petani tersebut akhirnya saling memaafkan dan memanjatkan rasa puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya berupa air hujan yang dapat menyuburkan kembali lahan sawah dan ladang para petani. 

Tradisi ujungan [saling sabet] di lestarikan sebagai simbol mujung [ memohon] yang di aplikasikan dalam bentuk seni tradisional ujungan yang di pimpin oleh seorang wasit [ wlandang].

Sejak tahun 1980 an pelestarian budaya tradisional ujungan di desa Gumelem wetan Susukan kab.banjarnegara telah di bentuk kelompok atau paguyuban seni tradisional ujungan giring budaya.

Simak Private Trip Ujungan Disini