JABANG TETUKA DIENG


Raden Gatotkaca atau nama kecil jabang Tetuka yang masih mempunyai tali pusar dan tidak bisa di potong dengan senjata jenis apapun ketika berusia satu tahun.

Kemudian ketika kahyangan mengalami ancaman dari para bala asura dalam versi Pewayangan Narada menceburkan jabang bayi Tetuka ke kawah Candradimuka dan saat itu juga, para dewa melempar senjatanya ke dalam kawah, dalam sekecap tubuh sang bayi berubah menjadi seorang dewasa dengan meleburnya pusaka para dewa tersebut di dalam dirinya.

Dari beberapa pusaka dewa itulah Jabang bayi Tetuka berubah nama menjadi Raden Gatotkaca mempunyai kemampuan terbang secepat kilat menuju kahyangan untuk membunuh para musuhnya.

Di dataran tinggi Dieng sekarang ini, kita juga masih bisa melihat Tetuka - tetuka modern yang sudah terbiasa  mandi di dalam air panas belerang ( pulosari ). Dan tradisi bagi anak - anak kecil di dataran tinggi dieng juga masih banyak yang menggunakan kalung Lawe Wenang ( Jawa ) yang di dalamnya terdapat dlingu bengle, bawang putih jantan, jahe serta di bungkus dengan kain berwarna merah yang di percaya oleh sebagian masyarakat sebagai penolak bala'.

Nama gatotkaca pun tidak lepas dengan seni bangunan candi di dieng plateau yang terletak di lereng gunung pangonan, dan berseberangan dengan bangunan musium kailasa dieng.

Dari bangunan candi gatotkaca memiliki ciri khas dengan bangunan yang lain seperti ornamen kala yang tanpa rahang bawah serta makara di kanan kirinya. Candi gatotkaca juga merupakan komplek candi yang masih utuh dengan candi - candi lain di sekitar area tersebut.